Thursday, February 2, 2012

Adab dalam Serat Wulang Reh


Dalam islam di ranah Jawa, khususnya Jawa yang berbahasa Jawa, banyak karya pujangga hebat dalam berbagai nama. Salah satu di antaranya adalah Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV dengan Serat Wulang Rehnya. Wulang adalah ajaran, sedangkan Reh adalah memerintah. Maksudnya, serat ini mengandung banyak perintah kepada anak cucu untuk bekal menjalani kehidupan.

Yang menarik di sini adalah banyaknya ajaran yang sejalan dengan ajaran Islam. Seperti santri yang mengaji dengan kitab kuningnya. Isinya tidak jauh berbeda, hanya kemasannya yang berbeda. Hal ini juga disebabkan karena sang maestro juga seorang santri.


Untuk mengetahui lebih lanjut, bisa menyimak cuplikan bait 3 dan bait 4 dalam pupuh dhandhanggula yang terdapat di Serat Wulang Reh;

Jroning kuran nggoning rasa jati
nanging ta pilih ingkang uninga
kajaba lawan tuduhe
nora keno den awur
ing sateman nora pinanggih
mundhak katalanjukan
temah sasar susur
yen sira ayun waskitha
sampurnane ing badanira puniki
sira anggugurua

nanging yen sira anguguru kaki
amiliha manungsa kang nyata
ingkang becik martababate
sarta kang wruh ing ukum
kang ngibadah sarta wirangi
sokur oleh wong tapa
ingkang wus amungkul
tan mikir paweweh ing liyan
iku pantes sira guranana kaki
sartane kawruhana

dengan arti bebas;

di dalam al-quran itu tempatnya (ilmu) rasa yang sejati
tetapi hanya orang pilihan yang mengetahui
kecuali dengan petunjuk yang mengetahui
(Al-quran) tidak boleh dikira-kira (dalam penafsirannya)
alih-alih malah tersesat (pemahaman)
jika engkau ingin mengetahui (Qur'an) dengan benar
agar sempurnanya dirimu
sebaiknya engkau berguru

jika kamu hendak berguru
pilihlah guru yang bermartabat baik
dan mengerti akan hukum
yang beribadah serta wara'
syukur (engkau) mendapatkan (guru) yang ahli tapa (tirakat)
tidak mengharapkan pemberian orang lain
(orang) yang sepertu itulah pantas kau jadikan guru


Dalam penggalan tembang tersebut, menerangkan bahwa seseorang apabila hendak menuntu ilmu, maka carilah guru yang benar-benar mengetahui ilmu tersebut, atau ahli dibidangnya. Hal ini untuk menghindasi sesat pemahaman. Karena banyak sekali pada saat ini, menuntut ilmu tanpa guru langsung, hanya bermodal kuota internet dan berselancar di di media daring. Mencari sendiri, belajar sendiri dan dipahami sendiri. Inilah yang menjadi kekhawatiran, karena gurunya adalah syetan. Maka tak heran jika banyak yang mengaku nabi, mengaku wali dan mengaku mengetahui banyak hal.


Betapa luhurnya petuah dari karya tersebut. Menunjukkan bahwa ilmu jawa itu tidak melulu mistik yang menjurus musyik.

Dengan merujuk pada tulisan luhur tersebut, menandakan bahwa islam di Jawa tidak semuanya buruk. Memang benar, kejawen itu banyak bid'ahnya, namun yang nampak ekstrim dalam pelaksanaan ritualnya adalah bagi mereka yang abangan. Selain itu juga, ritual yang dilakukan dalam ibadah orang jawa adalah wujud ekspresi mereka, bukan murni ibadahnya. Semua tetap berawal dari niat yang lurus.

Tak kenal, maka tak sayang. Begtulah kesan saya yang dulu belum paham bagaimana ritual-ritual yang dilakukan masyarakat jawa dengan ibadah sebagai seorang muslim. Akan tetapi, setelah berusaha belajar, memahami dan meresapi makna-makna simbolisme, maka saya mengerti keluasan ilmu itu. Meski pemahaman saya masih sebutir debu.

2 comments: