Foto saat TryOut Desember tahun 2011 |
Membaca dan menulis adalah dua hal yang saling berkaitan. Berdasarkan wahyu Allah yang pertama diturunkan, kata Iqra yang menjadi bermakna, bacalah. Jelas dan sangat gambalang di dalam al-quran mewajibkan untuk membaca. Dari membaca berkembang menjadi menulis, seperti pada zaman Nabi, quran ditulis oleh sahabat di berbagai media, karena Rasulullah adalah insan yang 'ummi (tidak bisa membaca dan menulis).
begitu pun dengan kita, pertama kali yang diajarkan adalah untuk membaca. Diantaranya adaah membaca suasana, membaca apa yang didengar dan apa yang kita lihat sedari masih kecil. Kemudian berusaha menirukannya, dan ketika beranjak beasr, kita belajar menulis.
Namun bagaimana dengan mereka yang diberi kekurangan fisik tak dapat melihat? apakah merek juga bisa seperti yang lainnya? Pada kenyataanya bisa. Bahkan mereka bisa bersaing dengan yang normal. Salah satu madrasah inklusi di Yogyakarta adalah jawabannya. MAN Maguwoharjo, atau sekarang dikenal dengan MAN 2 Sleman tempatnya.
Pengalaman saat masih berada di sana, saya dicalonkan menjadi ketua OSIS. Saat proses sosialisasi, semua calon ketua OSIS diminta untuk berorasai di depan warga sekolah. Majulah saya menyampaikan visi misi yang akan dibawa jika terpilih menjadi ketua OSIS. Tak disangka, enam bulan berlalu setelah orasi tersebut, saya sering berjalan dengan salah satu kakak kelas yang kebetulan berkebutuhan khusus. Saat itu saya mau antar ke kosannya. Mbak Dina namanya.
"Eh, kamu kan Nurul Farida ya?" Tanya Mbak Dina
"Hehehe, iya mbak, kok mbak bisa tau dan kenal, dari mana? saya aja malah bekum kenal sama mbak." Jawabku terheran-heran dan kebingungan.
"Waah, ya tahu to, kamu kan yang ikut orasi ketua OSIS waktu itu kan?" Jawab Mbak Dina dengan senyum lebarnya, seolah kenal sekali denganku.
"Hehehe, iya mbak." Jawabku malu sambil mengingat-ingat waktu itu.
Betapa kagetnya, karena merasa belum mengenal Mbak Dina, tapi kok seperti mengenliku hanya dengan sekali mendengar. Itupun melalui pengeras suara yang bisa saja suaraku berubah. Dan kagum lagi karena jarak yang lama perbincangan ini antara orasinya. Setengah tahun lebih, ya, lama kan? Mungkin ini keadilan yang Allah berikan untuk mereka. diberikan daya ingat yang istimewa dan mudah menyerap suara-suara.
Lambat laun mengamati kakak kelas yang berkebutuhan khusus itu, ternyata istimewa. Meski mata tak melihat indahnya dunia, namun hatinya begitu menyala, menatap ke mana saja. gelap di mata mereka, terang di hatinya.
begitu pun dengan kita, pertama kali yang diajarkan adalah untuk membaca. Diantaranya adaah membaca suasana, membaca apa yang didengar dan apa yang kita lihat sedari masih kecil. Kemudian berusaha menirukannya, dan ketika beranjak beasr, kita belajar menulis.
Namun bagaimana dengan mereka yang diberi kekurangan fisik tak dapat melihat? apakah merek juga bisa seperti yang lainnya? Pada kenyataanya bisa. Bahkan mereka bisa bersaing dengan yang normal. Salah satu madrasah inklusi di Yogyakarta adalah jawabannya. MAN Maguwoharjo, atau sekarang dikenal dengan MAN 2 Sleman tempatnya.
Pengalaman saat masih berada di sana, saya dicalonkan menjadi ketua OSIS. Saat proses sosialisasi, semua calon ketua OSIS diminta untuk berorasai di depan warga sekolah. Majulah saya menyampaikan visi misi yang akan dibawa jika terpilih menjadi ketua OSIS. Tak disangka, enam bulan berlalu setelah orasi tersebut, saya sering berjalan dengan salah satu kakak kelas yang kebetulan berkebutuhan khusus. Saat itu saya mau antar ke kosannya. Mbak Dina namanya.
"Eh, kamu kan Nurul Farida ya?" Tanya Mbak Dina
"Hehehe, iya mbak, kok mbak bisa tau dan kenal, dari mana? saya aja malah bekum kenal sama mbak." Jawabku terheran-heran dan kebingungan.
"Waah, ya tahu to, kamu kan yang ikut orasi ketua OSIS waktu itu kan?" Jawab Mbak Dina dengan senyum lebarnya, seolah kenal sekali denganku.
"Hehehe, iya mbak." Jawabku malu sambil mengingat-ingat waktu itu.
Betapa kagetnya, karena merasa belum mengenal Mbak Dina, tapi kok seperti mengenliku hanya dengan sekali mendengar. Itupun melalui pengeras suara yang bisa saja suaraku berubah. Dan kagum lagi karena jarak yang lama perbincangan ini antara orasinya. Setengah tahun lebih, ya, lama kan? Mungkin ini keadilan yang Allah berikan untuk mereka. diberikan daya ingat yang istimewa dan mudah menyerap suara-suara.
Lambat laun mengamati kakak kelas yang berkebutuhan khusus itu, ternyata istimewa. Meski mata tak melihat indahnya dunia, namun hatinya begitu menyala, menatap ke mana saja. gelap di mata mereka, terang di hatinya.