Friday, August 11, 2017

Rasulullah Guru Paling Kreatif, Inovatif dan Sukses Mengajar

Koleksi pribadi
Judul Buku : Rasulullah Guru Paling Kreatif, Inovatif, dan Sukses Mengajar
Penulis : Awy' A. Qolawun
Penerbit : Diva Press Tahun 2012
Tebal : 135 Halaman

Dunia telah mengakui, keberadaan sosok yang luar biasa pengaruhnya dalam perubahan besar, berskala internasional. Guru besar juga guru sejati bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam. Kiprahnya yang terus mengalir sepanjang masa, meski jasadnya telah berpusara. Siapa lagi beliau kalau bukan Nabi Muhammad SAW tercinta. Beliau adalah sosok guru besar dalam segala bidang ilmu. lalu bagaimanakan cara beliaumenjadi istimewa seantero jagad raya? Berikut ada sedikit butir-butir mutiara keilmuan baginda Nabi yang bisa kita coba adopsi untuk menjadi insan mulia, terkhusus bagi para pendidik, supaya selalu terinspirasi dan semangat akan kisah keteladanan beliau.

Saturday, July 8, 2017

Pola Asuh Balita Berbasis Tradisi Jawa

Panduan Pola Asuh Balita Berbasis Tradisi Jawa
Oleh: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY
Tahun 2003 tebal 161 Halaman.

Masa balita adalah masa yang baik untuk menanamban nilai-nilai kebaikan supaya bisa tertanam dengan baik dan menjadi karakter seorang anak. Aspek oerkembangan anak diantarannya perkembangan kognitif, emosi, sosial, motorik dan bahasa. Selain itu juga perlu diingat nilai luhur apa saja yang harus ditanamkan kepada anak, diantaranya adalah:

1. Cinta Tuhan dan segwnap ciptaanNya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran dan bertanggung jawab
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong
6. Percaya diri dan pekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi, kedamaian

Selain itu juga anak perlu diajari untuk mengerti situasi, supaya bisa empan papan, menyesuaikan dirinya dengan sekitar. Khususnya anak jaman sekarang perku disikapi dengan nontoni, niteni, niroake, dan nambahi. Selain itu juga perlu selalu menanamkan nilai pituur luhur dari sesepuh untuk membangun jiwa sang anak.

Sekarang sedikit membahas tentang tradisi jawa ketika masih di dalam kandungan. Orang jawa biasanya ada acara ngapati, yaitu selametan kehamilan dalam usia 4 bulan. Kenapa demikian, maksudnya adalah mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas kehamilan yang selamat. Selain iu juga ada yang meyakinibpada empat bulan ini ruh ditiupkan, meskipun ada banyak versi kapan ruh ditiupkan ya.

Selain itu juga ada mitoni, atau tujuh bulanan, maksudnya juga sama, ucapan syukur, selain itu juga sebagai pengingat bahwa kelahiran anak semakin dekat, dwngan harapan mendapat PITUlungan dari Tuhan.
Pada bagian ini ada beberapa pola asuh stimulatif, berikut diantaranya:
Usia 0-3 bulan
Media yang digunakan : mainan yang dapat berbunyi
Langkah ini dilakukan untuk merangsang anak mengenali suara
Selain itu juga berikan respon senyuman di setiap lirikannya kepada anda
Usia 3-6 bulan
Media yang digunakan: mainan yang berbunyi, mainan kecil
Harapannya anak bisa mencari arah dari mana suara dibunyikan, selain itu juga belajar meraih mainan kecil yang bisa dipegangnya. Bisa memainkannya, memindah mainannya dari tangan kanan ke kiri.
Usia 6-9 bulan
Media yang digunakan: kain, mainan yang berbunyi
Harapannya anak bisa diajak bermain cilukba, mengikuti suara benda jatuh
Usia 9-12 bulan
Pada usia ini anak diajarkan untuk bertepuk sambil bernyanyi, menanggapi permainan verbal. Ajari melambaikan tangan (da daaah) juga belajar untuk berjalan.
Usia 12-15 bulan
Media yang digunakan: gambar yang menarik, mobil-mobilan, benda kecil, bola
Dengan media ini anak dilatih untuk belajar mengambil benda yang dimaksud. Belajar bermain sambil bersuara, semisal bermain mobil mengikuti suara mobil brumm brumm tin tiiin. Juga mengajari anak melempar bola secara terarah.
Usia 15-18 bulan
Media yang digunakan : gelas plastik, bola, sepatu, baju dll
Harapannya anak dapat menyebut dua benda berbeda, minum dari gelas sendiri, menunjukkan pakaiaannya.
Usia 18-21 bulan
Media: boneka, mainan yang menarik perhatian anak
Harapannya anak dapat memahami instruksi dengan model boneka. Misal boneka mau duduk di sini, minta anak untuk mendudukkannya. Selain itu juga anak dapat menywbutkan barang yang ditunjuk.
Usia 21-24 bulan
Media: boneka, pensil warna, kertas, balok
Harapannya anak dapat menyebut anggota badan, belajar mulai dari boneka kemudian aplikasi ke badan sendiri. Anak mampu membuat coretan di kertas dengan pensil warnanya. Dengan kubus, anak dapat memainkannya dengan menyusun menjadi bangunan dan sebagainya untuk membangun imaji.
Usia 24-30 bulan
Ajari anak melompat, mendurujan beberapa balok menjadi bangunan, mengerti perintah sederhana semisal diminta menutup pintu. Jangan lupa memberikan pujian jika dilakukan dengan baik.
Usia 30-36 bulan
Anak diajari mengetahui namanya dan orangtuanya. Ajari anak membuat atau meniru gambar apa yang disukainya, berikan pujian seberapapun usahanya.
Usia 36-42 bulan
Anak diajarkan untuk bisa membedakan sesuatu mulai dari hal kecil di sekitanya. Anak belajar mengerti haus, minum, lapar, makan
Usia 42-48 bulan
Anak mulai mengenal perbedaan bentuk, analogi berlawanan semisal ayah - ibu, kakak - adik
Usia 48-54 bulan
Anak diajarkan untuj mengerti kegunaan dari panca indra dan lainnya. Anak belajar membuka kancing baju sendiri
Usia 54-60 bulan
Anak diajarkan mengenal berhitung dengan media semisal balok. Ajari anak mencari gambar dengan bagian yang tidak lengkap.

Selain hal ini, banyak juga reminder bagi ortu untuk memperhatikan anak terutama pad akemajuan zaman ini. Mengapa sebaiknya anak tidak didekatkan dengan televisi dan perangkat elektro lainnya. Karena media ini mengandung 5 unsur, warna, suara, gambar, gerakan, dan cahaya. Ketika kelima hal ini terus terpapar pada anak, akan menjadikan anak kurang responsif, semisal anak akan tidak respon ketika dipanggil, dan hal ini sudah banyak terjadi.

Selain itu juga, dapat pula menyebabkan gangguan perilaku, perhatian, agresivitas dan Ob pada anak. Bisa juga anak akan terganggu aspek verbalnya. Anak bisa jadi malas bergerak, kurang mandiri, cepat lelah dan sulit bersosialisasi.

Bagaimana memberikan pujian yang tepat?
Berikan pujian dengan senyuman dan tanpa berlebihan, karena pujian berlebihan akan membuat anak bingung mana yang baik karena merasa semua yang dilakukan baik, bagaimana tidak, lah wong selalu mendapat pujian.

Mengapa ortu tidak boleh membandingkan anaknya?
Setiap anak memiliki keunukan tersendiri, sekalipun dia kembar. Ketika anak dibanding-bandingkan, ia akan merasa tertekan dan mendapat tuntutan harus seperti si dia. Yang baik adalah mengenali potensi lalu memberikan semangat atau sugesti bahwa ia bisa berhasil kalau mau berusaha.
Mengapa tidak boleh memberi label buruk?
Label kepada anak merupakan salah satu pembentuk perilaku anak, juga bisa menjadi doa looh. Anak jadi merasa memang buruk sehingga perilaku buruk itu menjadi kebiasaan.

Bagaimana jika anak nangis meronta?
Usahakan tidak berteriak kepada anak, dan berkata pelan bahwa apa yang dilakukan kurang baik. Semisal menangisnya karena meminta mainan yang tidak penting, berikan alasan bahwa iti tidak penting, masih banyak hal lain yang lebih penting.
Mengapa tidak boleh langsung menuruti kemauan anak?
Hal ini untuk melatih pengwndalian diri anak, supaya anak juga tidak manja.

Mengapa perlu memberi kesempatan anak gunakan panca indra untuk kenal lingkungan?
Karena ketika membatasi anak dapat menghambat stimulasi pada setiap tahap tumbuh kembangnya.
Nah, yang terahir akan memberikan sesikit manfaat dari permainan tradisional yang saat ini banyak ditinggalkan.

Cublak - cublak suweng : membantu menstimulasi gerakan motorik anak, melatih hubungan sosial, dan sportivitas.
Dakon : melatih kesabaran dan menerima kekalahan (sportivitas). Selain itu juga latihan finger dexterity (ketangkasan jari)
Jamuran : melatih karakter dan emosi anak dari aspek sportivitas dan memecahkan masalah dalam kelompok.
Engklek : mengajarkan untuk sabar, sportivitas, keseimbangan, dan berinteraksi.
Dhelikan (petak umpet) : melatih stimulasi dalam mengambil keputusan (di mana mau bersembunyi) bersosialisasi, dan melatih gerak anak (berlari).
Demikian, semoga bermanfaat.

Thursday, June 15, 2017

Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa


Cuplikan dari buku "Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa"
Penulis Yana MH
Penerbit: Absolut, 2010

Dari buku ini didapati bahwasannya orang jawa selalu berusaha menyelaraskan bebrapa konsep pandangan leluhur, dengan adab islami, mengenai alam kodrati dan adikodrati. Orang jawa percaya bahwasannya Tuhan adalah pisat segalanya. Tuhanlah yang pertama ada, seperti sifat wajibNya dalam islam, disebut Allah itu qidam.

Dalam buku ini memaparkan diantaranya:
Kehidupan sosial masyarakat jawa dalam spiritualitas, mistik dan pencariannya kepada Tuhan. Coraknya orang jawa ini beragam, jadi kebanyakan orang jawa yang njawani itu mencintai keberagaman, dan santun dalam segala hal. Seperti yang diajarkan kanjeng nabi bukan? Mengedepankan akhlaqul karimah. Spiritualitas orang jawa juga tak lepas dari nerima, lila legawa atas kehidupannya masing-masing, semua sudah ada bagiannya masing-masing dan tidak perlu iri kepada yang lain, karena itu memang sudah bagian untuknya dari Tuhan.

Selain itu juga, spiritualitas orang jawa tergambar dari upacara dan uborampe yang mengiringinya. Bukan ribet atau apa,. Melainkan begitulah vara mereka bisa madhep manteb memohon kebaikan kepada Tuhan. Untuk sajen, sesat itu bukan, sajen itu sebenarnya untuk dibagikan kepada yang lainnya sebagai sedekah. Tapi memang bagian perklenikan terkadang tidak mengiyakan.
Spiritualitas orang jawa juga termasuknya puasa, samadi. Orang jawa yang sebenarnya adalah ahli tirakat dan tidak kedonyan.

Kemudian jika ada gugon tuhon, kebanyakan bermuatan pantangan bagi orang. Sebenarnya itu bukan mutlak demikian. Semisal anak perawan jangan duduk di tengah pintu, nanti sulit jodoh. Sebenarnya mereka ingin menyampaikan supaya tidak menyakiti perasaan si perempuan supaya duduk tidak di tengah pintu. Duduk ya di tempat yang bukan untuk jalan keluar masuk.

Ciri orang jawa yang islami adalah prasaja (sederhana), tidak neko2, tidak mencari masalah, andhap asor, welas asih, gemi, nastiti, ngati-ati, tekun sungguh-sungguh, cerdas menata hidup, memegang prinsip ingat 5perkara sebelum lima perkara.
So orang jawa yang sebenarnya itu sangat religius dan mengajarkan menjadi manusia yang berakhlak karimah.

Saturday, February 25, 2017

Hamengku Buwono IX Inspiring Propethic Leader


 
Koleksi Foto Pribadi

Judul Buku   : Hamengku Buwono IX Inspiring Prophetic Leader
Penulis          : Parni Hadi – Nasyith Majidi
Penerbit         : IRSI (Ikatan Relawan Sosial Indonesia), 2013
Tebal Buku   : 462 Halaman

            Akhir-akhir ini, kiranya banyak sekali pemimpin yang dikritik sana-sini karena kurang berkesan di hati rakyatnya. Entah karena orupi atau kasus kriminal lainnya. Jika dirasakan, rakyat Indonesia haus akan pemimpin yang baik, benar-benar tulus untuk menjadi abdi masyarakat, bukan memanfaatkan masyarakat. Dalam ringkasan buku ini, tentang salah satu sosok pemimpin yang menjadi idola juga teladan semoga bisa membasahi kerontangnya hati juga fikiran karena emosi terkini. Semoga juga membawa manfaat dan membangun semangat untuk menjadi lebih baik lagi, menjadi pribadi yang indah di mata manusia juga Tuhan. Di dalam ringkasan buku ini, kami tuliskan cuplikan hasil wawancara dari orang yang mengenal langsung Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
            Sri Sultan Hamengku Buwono X, “Cara hidup yang sederhana, tetapi terkadang menampilkan keangkeran, ketegasannya di satu pihak, tetapi juga kelemah-lembutan serta keramahan, kehangatan, dan keakrabannya, di lain pihak, menjadi renungan banyak orang, tiada habis-habisnya”.
            Parni Hadi, “Seorang pemimpin kenabian menjalankan tugasnya sebagai amanah dari Allah dan semata-mata sebagai ibadah. Buan untuk mencari kekuasaan, kekayaan, penghormatan dan pujian dari manusia”.
            Secuplik kalimat yang membuat tersentak adalah ucapan beliau kepada Herjuno Darpito (Sultan HB X) “saya ini berjuang untuk bangsa saya sesuai harapan leluhur-leluhur saya. Setelah selesai, rakyat tidak ingat saya, ya tidak apa-apa”. Lalu bagaimana dengan kita? Yang masih berjuang karena ada apa.
            Sosok Sultan IX, adalah juga seorang pramuka sejati, pancasialis sejati. “Pramuka tempat terbaik melatih anak-anak menjadi orang Indonesia yang mandiri dan belajar menjadi pemimpin, mulai dari tingkat bawah”.
            Nasyith Majidi, “Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik. Wakilnya juga cerdik. Semua anak buah hatinya baik. Pemuka-pemuka masyarakat baik. Namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan”. – Kalatidha “ ketiadaan pemimpin yang profetik telah membuat kecerdasan intelektual tidak memberikan keberkahan kepada rakyat yang dipimpinnya, tetapi justrusebaliknya, malapetaka.
            Boediono, “dalam kepemimpinan dan perjalanan hingga akhir hayatnya, Sultan tidak merasa perlu untuk menanggapi tuduhan-tuduhan miring itu.pun beliau tidak pernah menepuk dada untuk menyebutkan keberhasilan-keberhasilan yang diraih dari kebijakan yang dirancangnya. Padahal selama masa-masa transisi yang sulit itu peran Beliau sangat besar”.
            Jusuf Kalla, “Sultan telah meletakkan rumusan dasar bagi program rehabilitasi dan stabilisasi Orde Baru dalam bisang ekonomi, moneter dan infrastruktur yang berhasil menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan.
            Emil Salim, “Memberi jaminan ‘trust’ adalah modal utama kepemimpinan Pak Sultan. Tampaklah peranan utama Sultan HB IX dalam menormalisasi hubungan ekonomi Indonesia deng dunia Internasional saat itu. Di saat Indonesia di masa menasionalisasi perusahaan Belanda dan perusahaan Inggris, iklim keruh bermusuhan dan hostile bisa diredam oleh Pak Sultan, terutama karena integritas dan kredibilitas Beliau tinggi”.
            Irman Gusman, “Keikhlasan, berbuat baik tanpa menonjolkan diri atau pamrih, bersahaja dan tampil pada saat-saat negara dan bangsa dalam keadaan genting, antara lain adalah sifat Sultan yang perlu ditiru oleh pemimpin generasi mendatang”.
            G.K.R. Hemas, “Sultan memandang jabatan dan kekuasaan sebagai amanah, bukan untuk menguasai orang lain demi kepentingannya sendiri. Sikapnya ini dapat dilihat dari apa yang seringkali disampaikan kepada anaknya atau kerabatnya. Setiap kebijakan atau keputusan yang akan diambil selalu ia kaitkan implementasinya kepada nasib rakyat banyak”.
            Meutia Farida Hatta Swasono, “Kepemimpinan Sultan ditunjukkan dengan kebesaran jiwa dan kerelawanannya saat ia mengirim telegram, dalam kedudukannya sebagai ketua Badan Kebaktian Rakyat (Hokokai) Yogyakarta dan ditujukan kepada Presiden serta Wakil Presiden RI yang pertama. Dalam telegram ini ia menyatakan “sanggup berdiri di belakang pimpinan mereka”. Sebuah kerelawanan dan kebesaran jiwa yang luar biasa.
            Jakob Oetama, “Paham politik Sultan adalah seorang nasionalis, demokrat yang bersikap kerayatan, dan figur nasional yang mengatasi paham serta kepentingan golongan. Sikapnya yang demokratis, bahkan kerakyatan, dalam penampilan tidak penuh gegap gempita sebab Sultan besar dalam adat serta tata nilai aristokratis dan menjadi sumber kelebihan. Namun orang bisa sebaliknya juga melihat sebagai kelemahan.”
            Sutaryo, “Di bidang intelektual, Sultan dilatih formal di bangku sekolah dan kuliah. Di bidang kemasyarakatan, ia aktif di pergeraan kepanduan, olah raga, dan organisasi kemahasiswaan. Di bidang spiritual, sebagai orang Jawa, ia melakukan laku tapa brata (laku prihatin dengan mendekatan diri pada Sang Pencipta). Hal tersebut akan mendasari intuisi yang tajam kepemimpinannya dalam mengambil langkah yang tepat untuk menyongsong kejadian yang akan datang”.
            Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Ketika menjabat sebagai wail Presiden di bawah Presiden Suharto, Sultan lebih banyak menderita, karena tidak bisa melakukan sesuatu yang besar untuk Indonesia. Padahal di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, Suharto hanyalah seorng Letnan Kolonel sebagai pembantu Sultan HB IX. Tetapi sebagai bangsawan Jawa, kemampuannya untuk menahan diri yang luar biasa. Penderitaan batin itu dipikulnya agar perpecahan kepemimpinan nasional tidak mencuat ke permuakaan”.
            Soebagijo I.N, “Rakyat Indonesia mengenang keemimpinan Sultan HB IX bukan saja sebagai seorng sultan yang bijak, tetapi juga sebagai seorang pemimpin utama bangsanya. Bukan saja karena kesetiaannya kepada Republik, tetapi juga karena kesederhanaan serta kejujurannya selama dia mengemban amanat epemimpinannya”.
            Fachry Ali, “Bagi jutaan penduduk Jawa Tengah dia masih pribadi gaib, diselubungi oleh pancaran cahaya keagungan dan kesucian sebagai wakil kekuatan feodal dan keagamaan nenek moyangnya. Di dalam keraton dia diikat oleh tradisi. Akan tetapi di luar keraton dia bersikap jauh lebih bersahaja daripada orang-orang besar baru Republik”.
            Solahuddin Wahid, “Salah satu sikap yang perlu diteladani dari kepemimpinan Sultan adalah kerelaannya untuk berkorban, tercermin dari besarnya aset beliau atau harta kesultanan yang disumbangkan demi kepentingan negara Republik Indonesia. Menurut saya, sudah tidak terhitung lagi berapa ribu hektar tanah atau jumlah bangunan milik kasultanan Ngayogyakarta yang telah disumbangan kepada Presiden RI”.
            Sulastomo, “etika kebanyakan orang mencari jabatan, Beliau justru menghindar dari jabatan yang sangat terhormat itu. Inilah contoh manusia yang memiliki integritas tinggi. Bahwa jabatan itu hanya sarana untu mengabdi, untu melayani. Di mana pun ada tempat untuk mengabdi dan melayani rakyat”.
            Harry Tjan Silalahi, “Sebagai raja Jawa yang banyak bergaul dengan tokoh nasionalis, pada dasarnya Beliau pejuang Indonesia merdea. Raja jawa yang pro negara Republik dan pro demokrasi. Semangat Republik sudah menjadi keyakinan Beliau. Juga sikapnya sebagai raja yang merakyat”.
            Sri Edi Swasono, “Dalam kepemimpinan yang dijalankan Sultan, kesimpulan saya atas contoh onkrit bahwa aksioma ‘Tahta Untuk Rakyat’ benar-benar ada pada dua tokoh ini, yaitu Bung Hatta dan Sri Sultan HB IX. Pada mereka ada penegasan tentang berlakunya ‘Manunggaling kawula lan Gusti”. Tentu banyak tokoh pendiri Republik lain yang patut pula menyandang kemuliaan ini”.
            Purwadi, “Perjalanan hidup Sri Sultan HB IX penuh dengan nilai keteladanan dalam kepemimpinan. Semoga para pemimpin Indonesia saat skarang ini bisa mengamalkan nilai luhur yang diwariskan oleh Sultan, sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang aman, damai, adil makmur, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karto raharjo”.
            Rosarita Niken Widiastuti, “Sebagai pemimpin, Sultan berpesan pada generasi muda untuk berjuang mengisi kemerdekaan, janganlah pemuda berjuang hanya untuk mmendapatkan fasilitas, janganlah menggantungkan pada pemerintah, tetapi usahakan sendiri. Janganlah menggantungkan pada siapapun, akan tetapi berikanlah sumbangan yang besar pada nusa dan bangsa. Pesan yang terus relevan sampai sekarang”.
            Doddy Partomiharjo, “Sultan tidak ingin budi baiknya di awal berdirinya Republik dietahui oleh orang banyak. Jusuf Ronodiputro dari RRI yang ingin menuliskan kebaikan Sultan yang dikenal sebagai Episode Bangka, tidak berkenan jika dituliskan dan secara halus menolak publikasi mengenai hal itu. ‘Masalah ini tidak usah diingat-ingat,’ kata Sultan. Ia pun merobek-robek naskah tersebut dan memasukkan potongan kertas berisi naskah itu ke dalam kantong celananya”.
            Chappy Hakim, “Sultan telah memberikan demikian banyak bagi nama besar Ibu Pertiwi, jauh dari panggilan tugas yang seharusnya diemban oleh seorang Sultan Yogya. Seorang tokoh yang sangat sulit untu dicari lagi padanannya. Bila sekarang ini kita mengenal Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa, maka sebenarnya hal itu berawal dari ‘istimewanya’ Sang Sri Sultan Hamengku Buwono IX”.
            Agum Gumelar, “ Saat ini memang sulit untuk menemukan sosok pemimpin yang sportif dan fair seperti ditunjukkan oleh Sultan. Sikap ini tidak hanya terkait kegiatan olahraga, tetapi juga dalam kepemimpinan dan politik”.
            Nanang Sunarto, “Ia terlihat mengenakan kaos kaki yang bolong dan longgar, serta karet gelang mengikat lingkar kakinya. Tapi wajah dan gerak-geriknya menunjukkan bahwa dia bukan orang biasa. Tatap matanya yang tajam dan penuh makna membuatnya mengundang perhatian”.
            Endy Radiman Atmasulistya, “Bakal banyak tantangan di masa depan, banjir besar, tetapi kamu jangan sampai hanyut, menghanyutkan diri saja dengan tetap menjaga adab”.
            Nasyith Majidi, “Dalam model kepemimpinan modern yang tidak memasuan matra rasa, kita cenderung untuk melakukan segala hal agar target yang ditentukan bisa tercapai”. Betapa Sultan sangat menjaga dirinya dalam rasa.
            Adapun pilar rasa yang digambarkan oleh Ki Ageng Suryometaraman diantaranya:
1.    Rasa ketuhanan
2.    Rasa kemanusiaan
3.    Rasa keadilan
Jalan menuju rasa tersebut dalam Kesultanan Yogyakarta disederhanakan dengan Garis Imajiner yang melambangan hablum minannaas dan hablum minallaah. Dan ini semua bisa diraih jika kita mampu menjaga tiga perbuatan:
1.    Berpiir benar
2.    Berkata benar
3.    Bertindak benar
Itulah spirit dan proses profetik yang diemban seorang Sultan Yogyakarta yang dijadikan tradisi.
Tri Swasono Hadi, “Cara-cara berpuasa, berderma, bermeditasi dan sebagainya merupakan sebagian teknik-teknik yang lazim dipergunaan untuk mengendalikan bahkan meniadakan ego. Superioritas bukan merupakan target yang ingin dicapai, tetapi justru kebalikannya yaitu merendahan hati, terutama di hadapan Tuhan”.
Selain dari beberapa kutipan pendapat dan cuplikan perkataan Sultan di atas, Beliau juga memancarkan kharisma spiritual karena kerendahan hatinya, berusaha jujur dan hidup lurus, tulus ikhlas dalam memimpin. Budi pekerti mulia Sultan ini merupakan bagian dari Panca Laku, yakni:
1.    Rendah hati (tawadhu’)
2.    Shiddiq
3.    Tulus ikhlas
4.    Zuhud
5.    Fana Fillah
Kezuhudan Sultan tampak menyentil hati ini pada saat beliau mengenakan kaos kaki yang kendur, kemudian diikat dengan karet gelang. Bayangkan saja, Beliau adalah Raja.
Loyalitasnya sebagai Raja juga nampak ketika Indonesia dalam masa peralihan, sesaat setelah merdea, Sultan meminjaman Yogyakarta sebagai ibu kota negara dan membiayai segala operasionalnya. Selain itu juga banyanya gedung dan tanah Sultan juga uang yang disumbangan untuk Indonesia. Kalau bantuan Sultan ini dianggap hutang, mungin sulit bagi Indonesia untuk membayarnya.
Pernah juga suatu ketika saat di jalan magelang kota, Sultan memboncengkan seorang ibu yang hendak ke pasar, bahkan membawakan barang dagangannya ke dalam mobil, juga menurunkannya saat tiba di pasar. Ibu tersebut tidak mengetahui kalau mobil yang ditumpangi adalah milik Sultan. Seketika pingsan ibu itu saat diberitahu oleh tukang parkir yang berjaga.
Betapa indahnya Beliau, dan semogaku, akan selalu ada yang seperti itu.