Friday, March 16, 2012

Contoh Geguritan 1

Nalikane Pajar

Bayu kang angreremih ing kalbu
sayup lamat kapiyarsa timbalan agung
nalika asreping pajar
kairing kluruking jago

mangkana janma utama
gya prapta ing masjid
kalawan asesuci tirta utami
inggih wudhu wajibipun

manembah sujud sahaja ing Gusti
kalawan khuduring tyas
tumungkuling saking  prahara dunya
tansah eling mring Hyang Suksma

sumandhe ing ngarsaning Gusti
lawan puja-puji astuti
anyadhong lawan donga
kanthi pangajab pinaringan rohmat dalah kayuwanan



Terjemahan Bebas

Ketika Fajar
Angin yang membelai di hati
sayup terdengar panggilan agung
ketika dinginnya fajar
teriring kokok ayam jago

begitu manusia yang utama
cepat datang ke masjid
dengan bersuci air utama
yakni wudhu yang menjadi wajibnya

menyembah sujud hanya kepada Tuhan
dengan hadirnya hati
tertunduk dari perkara dunia
senantiasa ingat kepada tuhan

bersandar di hadapan Tuhan
dengan memujiNya
meminta dengan doa
dengan harapan mendapat rahmat dan juga keselamatan


Puisi ini salah satu yang ada pada "Sekumpulan Sajak Pesantren -JADZAB- oleh Hasfa Publisher, Penerbit Arias Demak"

Wednesday, March 14, 2012

Antologi Puisi Lintas Pesantren "JADZAB"


Sekumpulan Sajak Pesantren "JADZAB"

Penulis: Usman Arrumy, Devie Sarah Khan, Amna Milladiyah, Sekar Aisha Nahdhia, Mawar Merah, Cahaya Langit, Nurul Farida Wajdi, Hasan Ben Ali, Ella Ainayya, Muhammad Ufi Ishbar Noval, Ita Rosyidah Miskiyyah, Nabilah Munsyarihah, Violet Angel, Nada Haroen, Ami Kafie, Azzqie Adawiyah, Awy Ameer Qolawun, Dian Nafi.

Endrosment: Ibu Nyai Hj. Lilik Qurratul Ishaqiyah (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan)
"Sebagian dari mutiara-mutiara dunia dengan pantulan sinarnya, menembus cakrawala dengan keindahan kata dan keindahan pribadi nyata. Puisi ini adalah jeritan dan gambaran hati. Dan Allah-lah Yang Maha Tahu. Wallahu a'lam bisshowab."

Pengantar: Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum (Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta)
"Judul antologi -JADZAB- sungguh sebuah pilihan yang menjadi ruh puisi-puisi yang lain. hidup ini barangkali memang sedang menjadi jadzab. Entah sampai kapanpun, manusia diliputi jadzab. Manusia seakan tersihir oleh dunia, hingga lupa pada jadzab. Kalau jadzab itu seorang sufi, mungkin sudah di atas Sunan Kalijaga. Yang paling penting, melalui puisi yang termuat dalam antologi ini, mudah-mudahan pembaca dapat melihat jadzab ini secara proporsional. Hidup ini tidak sekeedar permainan tanpa akhir, itulah kira-kira.
Saya tidak menduga, kalau para santriwan lan santriwati ternyata juga piawai merangkai titik menjadi kata, kata melebur menjadi garis, garis menjadi takdir, takdir terurai lewat keindahan bahasa. Sunggh sulit kalau saya harus cermati satu persatu. Namun, dari pembacaan saya dengan santsi, dapat saya petik harapan bahwa semua penyair ini memang memiliki bakat. Mereka memiliki intelektualitas dan religiusitas tingkat tinggi.
Puisi-puisi yang tersaji ini dekat dengan sebuah pencarin 'cahaya surgawi'. Puisi muhasabah, dzikir, dusta, sujud, dan takbir adalah potret upaya penyair menemukan 'ada yang tiada'.